Diagnostic Reading
Oleh Drs.
YM. Soekatno, MM
Dalam rangka membentuk sosok pemimpin
birokrasi yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam menjabarkan visi dan misi
instansi ke dalam program instansi serta memimpin pelaksanaanya, dipandang
perlu untuk melakukan upaya-upaya dalam
meningkatkan kapasitas pemimpin sehingga bisa menterjemahkan apa yang
dikehendaki masyarakat sebagai mitra yang harus dilayani dengan memberikan pendidikan dan pelatihan
kepemimpinan kepada para pejabat yang akan menduduki jabatan struktural eselon di
seluruh Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah. Sebenarnya Indonesia memiliki semua prakondisi untuk
mewujudkan visi negara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang ditandai dengan kekayaan alam yang
melimpah, potensi sumber daya manusia, peluang pasar yang besar dan demokrasi
yang relatif stabil. Namun prakondisi yang sudah terpenuhi itu belum mampu
dikelola secara efektif dan efisien oleh para aktor pembangunan, sehingga
Indonesia masih tertinggal dari cepatnya laju pembangunan global dewasa ini.
Salah satu penyebab ketertinggalan tersebut adalah lemahnya kemampuan dalam
menuangkan visi negara, pemerintahan pusat dan daerah ke dalam kebijakan
strategis, termasuk lemahnya kapasitas dalam memimpin implementasi kebijakan
strategis.
Dalam sistem manajemen kepegawaian,
pejabat struktural eselon III memainkan peranan yang sangat menentukan dalam
menjabarkan visi dan misi instansi ke dalam program-program dan memimpin
bawahan dan seluruh stakeholder strategis untuk melaksanakan
program-program tersebut secara efektif dan efisien. Tugas ini menuntutnya
memiliki kemampuan kepemimpinan taktikal yaitu kemampuan dalam menjabarkan visi
dan misi instansi ke dalam program instansi dan kemampuan mempengaruhi pejabat
struktural dan fungsional di bawahnya termasuk stakeholder lainnya untuk
melaksanakan program-program tersebut.
Untuk dapat membentuk sosok pejabat
struktural eselon III seperti tersebut di atas, penyelenggaraan Diklat
Kepemimpinan (Diklatpim) Tingkat III yang tujuannya sebatas membekali peserta
dengan kompetensi yang dibutuhkan menjadi pemimpin taktikal dinilai tidak
cukup. Diperlukan sebuah penyelenggaraan Diklatpim Tingkat III yang inovatif,
yaitu penyelenggaraan Diklat yang memungkinkan peserta mampu menerapkan
kompetensi yang telah dimilikinya. Dalam penyelenggaraan Diklatpim Tingkat III
seperti ini, peserta dituntut untuk menunjukkan kinerjanya dalam merancang
suatu perubahan di unit kerjanya, memimpin perubahan tersebut hingga menimbulkan
hasil yang signifikan. Kemampuan memimpin perubahan inilah yang kemudian
menentukan keberhasilan peserta tersebut dalam memperoleh kompetensi yang ingin
dibangun dalam penyelenggaraan Diklatpim Tingkat III. Dengan demikian,
pembaharuan Diklatpim Tingkat III ini diharapkan dapat menghasilkan alumni yang
tidak hanya memiliki kompetensi, tetapi juga mampu menunjukkan kinerjanya dalam
memimpin perubahan.
A. Tujuan
Tujuan Penyelenggaraan Diklatpim Tingkat
III adalah mengembangkan kompetensi kepemimpinan taktikal pada pejabat
struktural eselon III yang akan berperan dalam melaksanakan tugas dan fungsi
kepemerintahan di instansinya masing-masing.
B. Kompetensi
Kompetensi yang dibangun pada Diklatpim
Tingkat III adalah kompetensi kepemimpinan taktikal yaitu kemampuan menjabarkan
visi dan misi instansi ke dalam program instansi dan memimpin keberhasilan
pelaksanaan program tersebut, yang diindikasikan dengan kemampuan :
1. Mengembangkan
karakter dan sikap perilaku integritas sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kemampuan
menjunjung tinggi etika publik, taat pada nilai-nilai, norma, moralitas dan
bertanggungjawab dalam memimpin unit instansinya;
2. Menjabarkan
visi dan misi instansinya ke dalam program-program instansi;
3. Melakukan
kolaborasi secara internal dan eksternal dalam mengelola program-program
instansi ke arah efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program;
4. Melakukan
inovasi sesuai bidang tugasnya guna mewujudkan program-program instansi yang
lebih efektif dan efisien;
5. Mengoptimalkan seluruh potensi sumber daya internal dan
eksternal organisasi dalam implementasi program unit instansinya.
C. Struktur
Kurikulum
Untuk mencapai kompetensi kepemimpinan
taktikal seperti yang diuraikan pada Bab I, struktur kurikulum Diklatpim
Tingkat III disusun menjadi lima tahap pembelajaran yaitu: 1) Tahap Diagnosa
Kebutuhan Perubahan Organisasi; 2) Tahap Taking Ownership; 3) Tahap
Merancang Perubahan dan Membangun Tim; 4) Tahap Laboratorium Kepemimpinan; dan
5) Tahap Evaluasi. Kelima tahap pembelajaran tersebut diuraikan sebagai berikut
:
1. Tahap Diagnosa Kebutuhan Perubahan
Tahap ini
merupakan tahap penentuan area dari program organisasi yang akan mengalami
perubahan. Pada Tahap ini, peserta dibekali dengan kemampuan mendiagnosa
organisasi sehingga mampu mengidentifikasi area dari program organisasi yang
perlu direformasi.
2. Tahap Taking Ownership (Breakthrough I)
Tahap
pembelajaran ini mengarahkan peserta untuk membangun organizational learning
atau kesadaran dan pembelajaran bersama akan pentingnya mereformasi area
dari program organisasi yang bermasalah. Peserta diarahkan untuk
mengkomunikasikan permasalahan organisasi tersebut kepada stakeholder-nya
dan mendapat persetujuan untuk mereformasinya, terutama dari atasan
langsungnya. Pada tahap ini, peserta juga diminta mengumpulkan data selengkap
mungkin untuk memasuki tahap pembelajaran selanjutnya.
3. Tahap Merancang Perubahan dan Membangun
Tim
Tahap
pembelajaran ini membekali peserta dengan pengetahuan membuat rancangan
perubahan yang komprehensif menuju kondisi ideal dari program organisasi yang
dicita-citakan. Di samping itu, peserta juga dibekali dengan kemampuan
mengidentifikasi stakeholder yang terkait dengan rancangan perubahannya,
termasuk dibekali dengan berbagai teknik komunikasi strategis kepada stakeholder
tersebut guna membangun tim yang efektif untuk mewujudkan perubahan
tersebut. Tahap ini diakhiri dengan penyajian Proyek Perubahan masing-masing
peserta untuk mengkomunikasikan proyeknya di hadapan stakeholder strategis
untuk mendapatkan masukan dan dukungan terhadap implementasi proyek.
4. Tahap Laboratorium Kepemimpinan (Breakthrough
II)
Tahap
pembelajaran ini mengarahkan peserta untuk menerapkan dan menguji kapasitas
kepemimpinannya. Dalam tahap ini, peserta kembali ke tempat kerjanya dan
memimpin implementasi Proyek Perubahan yang telah dibuatnya.
5. Tahap Evaluasi
Tahap pembelajaraan ini
merupakan tahap berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam memimpin implementasi
Proyek Perubahan. Kegiatan berbagi pengetahuan dilaksanakan dalam bentuk
seminar implementasi Proyek. Hanya peserta yang berhasil mengimplementasikan
Proyek Perubahan yang dinyatakan telah memiliki kompetensi kepemimpinan
taktikal dan dinyatakan lulus Diklat Kepemimpinan Tingkat III. Sedangkan yang
tidak berhasil, diberi sertifikat mengikuti Diklat Kepemimpinan Tingkat III.
Diatas telah disebutkan bahwa tahap
Diagnosa Kebutuhan Perubahan merupakan tahap penentuan area dari program
organisasi yang akan mengalami perubahan. Pada Tahap ini, peserta dibekali
dengan kemampuan mendiagnosa organisasi sehingga mampu mengidentifikasi area
dari program organisasi yang perlu direformasi.
D. Mata
Diklat untuk Tahap ini adalah :
1. Wawasan Kebangsaan; Mata Diklat ini membekali peserta dengan
kemampuan mengaktualisasikan wawasan kebangsaan dan semangat nasionalisme dalam
mengelola pelaksanaan program instansi melalui pembelajaran wawasan kebangsaan
dan sikap nasionalisme. Mata Diklat disajikan secara interaktif melalui metode
ceramah interaktif, diskusi, studi kasus, simulasi, menonton film pendek, studi
lapangan dan demonstrasi. Keberhasilan peserta dinilai dari kemampuannya
mengaktualisasikan wawasan kebangsaan dan semangat nasionalisme dalam mengelola
pelaksanaan program instansinya.
2. Integritas;
Mata Diklat ini membekali peserta dengan
kemampuan mengaktualisasikan integritas dalam mengelola pelaksanaan program
instansi melalui pembelajaran akuntabilitas, etika, dan aktualisasi
akuntabilitas dan etika. Mata Diklat disajikan secara interaktif melalui metode
ceramah interaktif, diskusi, studi kasus, simulasi, menonton film pendek, studi
lapangan, dan demonstrasi. Keberhasilan peserta dinilai dari kemampuannya
mengaktualisasikan akuntabilitas dan etika dalam mengelola pelaksanaan program
instansinya
3. Pembekalan
isu strategis;
Pembekalan isu strategis membahas
isu-isu aktual strategis yang sedang berkembang saat ini dalam rangka
memperdalam pemahaman dan memperluas wawasan peserta tentang situasi dan
masalah terkini yang sedang dihadapi oleh sektor atau wilayah instansinya.
4. Diagnostic Reading;
Mata Diklat
ini membekali peserta dengan kemampuan mengindentifikasi akar permasalahan pada
pengelolaan program instansinya dalam mencapai organisasi berkinerja tinggi
melalui pembelajaran berbagai teknik dan strategi dalam mengidentifikasi
permasalahan pengelolaan program instansi. Mata Diklat disajikan secara
interaktif melalui metode ceramah interaktif, diskusi, dan praktik.
Keberhasilan peserta dinilai dari kemampuannya dalam mengidentifikasi akar
permasalahan pada pengelolaan program instansinya menuju organisasi berkinerja
tinggi.
5. Penjelasan Proyek Perubahan
Dalam penjelasan proyek perubahan ini
disampakan mulai dari mengkoordinir bawannya utuk menemukan isu strategis yang
perlu di angkat untuk menjadi judul proyek perubahan sampai dengan koordinasi
dan kolaborasi serta membuat jejaring
kerja dengan stakeholder yang
terlibat dan mendukung terhadap proyek perubahan serta membuat tahapan/ maile stone beserta kegiatan yang
dimasukan dalam metrik penjadwalan. Dengan demikian akan diketahui pekerjaan
apa yang akan dikerjakan, kapan mengerjakannya, siapa saja yang terlibat serta
output apa yang dijadikan target perubahan yang bisa diimplementasikan.
E.
Teknis
mendiacnosa
Mendiagnosa
organisasi memerlukan kompetensi teknis, yang berada dibawah disiplin ilmu organizational development (OD).
Selanjutnya, berikut ini dipaparkan esensi oranizational diagnosis sebagai
berikut:
“organizational
diagnosis, involves “diagnosing,” or assessing, an organization’s current level
of functioning in order to design appropriate change interventions. The concept
of diagnosis in organization development is used in a manner similar to the
medical model. For example, the physician conducts tests, collects vital
information on the human system, and evaluates this information to prescribe a
course of treatment. Likewise, the organizational diagnostician uses
specialized procedures to collect vital information about the organization, to
analyze this information, and to design appropriate organizational
interventions (Tichy, Hornstein, & Nisberg, 1977).
(=diagnosa organisasi
membutuhkan kegiatan mendiagnosa, menilai kinerja suatu organisasi untuk
merumuskan tindakan perbaikan. Konsep ini mirip dengan praktek kerja dokter.
Dalam melakukan diagnosa, dokter melakukan tes, mengumpulkan informasi penting
tentang cara kerja organ tubuh manusia, mengevaluasi informasi ini untuk
membuat resep pengobatan. Demikian pula halnya dengan diagnosa organisasi,
pendiagnosa organisasi menggunakan prosedur khusus untuk mengumpulkan informasi
vital, menganalisis informasi itu, lalu merumuskan langkah-langkah intervensi).
Berdasarkan
uraian di atas, maka secara teknis, kegiatan mendiagnosa organisasi terdiri
atas dua kegiatan, yaitu:
a.
Menilai
kinerja organisasi unit organisasi eselon III/IV
b.
Menyusun
langkah-langkah intervensi untuk meningkatkan kinerja unit organisasi eselon
III/IV.
Dalam menilai kinerja
organisasi, seorang pemimpin perlu menggunakan teknik mengumpulkan data dan
informasi vital, termasuk teknik menyusun langkah-langkah intervensi. Dewasa
ini terdapat sejumlah model diagnosa organisasi yang lazim dipergunakan.
Model-model tersebut antara lain adalah
Daftar
alat analisis dan penggunaannya
No
|
RAGAM ALAT
ANALISIS
|
KEGUNAAN
|
1
|
SWOT
|
Analisis keadaaan lingkungan internal& eksternal
|
2
|
Force field
analysis
|
Analisis merencanakan perubahan
|
3
|
Brainstorming
|
Teknik menggali ide, kreatifitas menyelesaikan masalah
|
4
|
Diagram pohon
masalah
|
Untuk merinci akar
masalah dan sebab akibat
|
5
|
Diagram fishbone
Model
|
untuk merinci dan sebab akibat.
|
6
|
Model causal
map
|
Model untuk
pemetaan sebab akibat
|
7
|
Model matriks
|
Model untuk penyusunan fakta dandata.
|
9
|
Stratifikasi
|
Pengelompokan ke dalam berbagai kriteria.
|
10
|
Model skala nilai
|
Model dalam menilai, membobot satu faktor
|
11
|
Matriks USG
|
Matriks dalam memilih prioritas masalah
|
12
|
Diagram pareto
|
Model penyajian dan pemilihan fakta dan data
|
13
|
Model problem
priority
|
Model pemilihan prioritas
masalah
|
14
|
Teknik komparasi
|
Teknik membandingkan atau evaluasi /menilai
|
15
|
Cost benefit
|
Model ratio antara biaya dan keuntungan/ manfaat
|
16
|
Leavitt’s Model (1965)
|
|
17
|
Likert System Analysis (1967)
|
|
18
|
Open Systems Theory (1966)
|
|
19
|
Weisbord’s Six-Box Model (1976)
|
|
20
|
Congruence Model for Organization Analysis (1977)
|
|
21
|
McKinsey 7S Framework (1981-82)
|
|
22
|
Tichy’s Technical Political Cultural (TPC) Framework
(1983)
|
|
23
|
High-Performance Programming (1984)
|
|
24
|
Diagnosing Individual and Group Behavior (1987)
|
|
25
|
Burke-Litwin Model of Organizational Performance &
Change (1992)
|
|
26
|
Falletta’s Organizational Intelligence Model (2008)
|
Model apapun yang dipilih,
pada umumnya model-model tersebut menuntut dua langkah utama yang dipaparkan di
atas tadi. Berikut uraian masing-masing langkah:
a.
Menilai Kinerja Unit
Organisasi
Terlebih dahulu pemimpin
perlu menilai kinerja unit organisasi saat ini. Dalam menilai kinerja, pemimpin
perlu melihat melihat output dan atau outcome apa yang harus dipenuhi oleh
organisasi. Data dan informasi tentang kedua hal ini dapat diperoleh di
Renstra, Laporan Kinerja, hasil observasi, atau dari narasumber. Di samping
itu, pemimpin perlu memvalidasi informasi tersebut dengan observasi dan
mendapatkan masukan dari narasumber yang dapat dipercaya.
Informasi tentang kinerja
tidak semata-mata diperoleh dari unsur output organisasi. Data dan informasi
tentang kinerja bisa juga didapatkan dari input, business process termasuk lingkungan organisasi. Standar-standar
kinerja dari masing-masing unsur ini tentu sudah ditetapkan. Misalkan, untuk
unsur input yang berupa sumber daya manusia, tentu sudah ditetapkan standar-standar
kualitas yang dibutuhkan oleh organisasi dalam rangka menjalan proses untuk
menghasilkan output. Begitu pula input lain seperti
anggaran, proses tentu sudah ada standar standar yang sudah harus dipenuhi.
Jika data dan informasi
sudah dikumpul dan dianalisis, dan ditemukan bahwa ternyata unsur-unsur
tersebut tidak memenuhi standar yang ditetapkan sehingga terdapat kesenjangan
atau gap, maka gap itulah yang dapat menjadi sasaran dari obyek perubahan. Pun
jika terpenuhi, maka gap dapat diciptakan dengan meningkatkan standar yang
sudah terpenuhi. Dengan demikian, gap tercipta sebagai pintu masuk untuk
melakukan perubahan.
b.
Menyusun langkah-langkah
intervensi
Berangkat
dari gap atau kesenjangan tersebut, langkah-langkah intervensi dapat disusun.
Pertama, deskripsikan secara terukur tentang kondisi kinerja yang diharapkan,
sekaligus mendeskripsikan secara terukur tentang kondisi kinerja saat ini.
Tabel berikut ini bisa dipergunakan sebagai alat bantu:
Kondisi Kinerja Saat ini
|
Kondisi Kinerja Yang diharapkan
|
Pendeskripsian
kedua hal di atas memperlihatkan kesenjangan atau gap. Untuk menutup
kesenjangan tersebut, pemimpin perlu melakukan intervensi organisasi. Kemana
intervensi akan diarahkan bergantung dari hasil analisis terhadap data dan
informasi yang terkumpul. Untuk itu, diperlukan data dan informasi yang akurat.
Pemimpin perlu turun ke lapangan, mengamati secara langsung apa yang terjadi.
Pemimpin tidak boleh menyandarkan data dan informasi yang tertulis dalam
dokumen dokumen, melainkan juga memerlukan data pengalaman (tacit knowledge).
Intervensi
dapat diarahkan pada input organisasi sehingga sasaran perubahan bisa berupa
perubahan terhadap sumber daya manusia, sarana dan prasarana, anggaran atau
input lainnya. Intervensi juga dapat diarahkan business process, transformasi, atau cara organisasi mengolah
inputnya seperti penggunaan teknologi informasi, simplifikasi sistem dan
prosedur. Begitupula, intervensi dapat diarahkan pada output organisasi,
termasuk lingkungan organisasi.
Untuk
suatu perubahan yang kompleks, intervensi dapat dilakukan secara berseri mulai
dari input, proses, output hingga lingkungan. Berikut ini adalah rangkaian
intervensi yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin.
The best slot machine casino site, reviews & bonuses
BalasHapusFind your complete list of online casinos that are safe, secure and reliable, with our detailed review of the best online casino site Is casino site safe?What are the best luckyclub slots casino sites for US players?
Slots Casino Review & Bonus Code | DMC
BalasHapusSlots casino uses a simple 이천 출장마사지 interface, simple interface and 태백 출장마사지 a 고양 출장마사지 great bonus system. They are offering new users a great variety of gaming titles, 🏆 Most Popular 충주 출장마사지 Games: Slots Empire🎁 #1 Slots Site: MrLuck 영천 출장안마