Minggu, 08 Maret 2015

DIACNOSTIC READING



Diagnostic Reading
Oleh Drs. YM. Soekatno, MM

       Dalam rangka membentuk sosok pemimpin birokrasi yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam menjabarkan visi dan misi instansi ke dalam program instansi serta memimpin pelaksanaanya, dipandang perlu untuk melakukan upaya-upaya  dalam meningkatkan kapasitas pemimpin sehingga bisa menterjemahkan apa yang dikehendaki masyarakat sebagai mitra yang harus dilayani  dengan memberikan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan kepada para pejabat yang akan menduduki jabatan struktural eselon di seluruh Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah. Sebenarnya  Indonesia memiliki semua prakondisi untuk mewujudkan visi negara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang ditandai dengan kekayaan alam yang melimpah, potensi sumber daya manusia, peluang pasar yang besar dan demokrasi yang relatif stabil. Namun prakondisi yang sudah terpenuhi itu belum mampu dikelola secara efektif dan efisien oleh para aktor pembangunan, sehingga Indonesia masih tertinggal dari cepatnya laju pembangunan global dewasa ini. Salah satu penyebab ketertinggalan tersebut adalah lemahnya kemampuan dalam menuangkan visi negara, pemerintahan pusat dan daerah ke dalam kebijakan strategis, termasuk lemahnya kapasitas dalam memimpin implementasi kebijakan strategis.
       Dalam sistem manajemen kepegawaian, pejabat struktural eselon III memainkan peranan yang sangat menentukan dalam menjabarkan visi dan misi instansi ke dalam program-program dan memimpin bawahan dan seluruh stakeholder strategis untuk melaksanakan program-program tersebut secara efektif dan efisien. Tugas ini menuntutnya memiliki kemampuan kepemimpinan taktikal yaitu kemampuan dalam menjabarkan visi dan misi instansi ke dalam program instansi dan kemampuan mempengaruhi pejabat struktural dan fungsional di bawahnya termasuk stakeholder lainnya untuk melaksanakan program-program tersebut.
       Untuk dapat membentuk sosok pejabat struktural eselon III seperti tersebut di atas, penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan (Diklatpim) Tingkat III yang tujuannya sebatas membekali peserta dengan kompetensi yang dibutuhkan menjadi pemimpin taktikal dinilai tidak cukup. Diperlukan sebuah penyelenggaraan Diklatpim Tingkat III yang inovatif, yaitu penyelenggaraan Diklat yang memungkinkan peserta mampu menerapkan kompetensi yang telah dimilikinya. Dalam penyelenggaraan Diklatpim Tingkat III seperti ini, peserta dituntut untuk menunjukkan kinerjanya dalam merancang suatu perubahan di unit kerjanya, memimpin perubahan tersebut hingga menimbulkan hasil yang signifikan. Kemampuan memimpin perubahan inilah yang kemudian menentukan keberhasilan peserta tersebut dalam memperoleh kompetensi yang ingin dibangun dalam penyelenggaraan Diklatpim Tingkat III. Dengan demikian, pembaharuan Diklatpim Tingkat III ini diharapkan dapat menghasilkan alumni yang tidak hanya memiliki kompetensi, tetapi juga mampu menunjukkan kinerjanya dalam memimpin perubahan.

A.      Tujuan
       Tujuan Penyelenggaraan Diklatpim Tingkat III adalah mengembangkan kompetensi kepemimpinan taktikal pada pejabat struktural eselon III yang akan berperan dalam melaksanakan tugas dan fungsi kepemerintahan di instansinya masing-masing.

B.      Kompetensi
       Kompetensi yang dibangun pada Diklatpim Tingkat III adalah kompetensi kepemimpinan taktikal yaitu kemampuan menjabarkan visi dan misi instansi ke dalam program instansi dan memimpin keberhasilan pelaksanaan program tersebut, yang diindikasikan dengan kemampuan :
1. Mengembangkan karakter dan sikap perilaku integritas sesuai dengan  peraturan perundang-undangan dan kemampuan menjunjung tinggi etika publik, taat pada nilai-nilai, norma, moralitas dan bertanggungjawab dalam memimpin unit instansinya;
2. Menjabarkan visi dan misi instansinya ke dalam program-program instansi;
3. Melakukan kolaborasi secara internal dan eksternal dalam mengelola program-program instansi ke arah efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program;
4. Melakukan inovasi sesuai bidang tugasnya guna mewujudkan program-program instansi yang lebih efektif dan efisien;
5. Mengoptimalkan seluruh potensi sumber daya internal dan eksternal organisasi dalam implementasi program unit instansinya.

C.    Struktur Kurikulum
       Untuk mencapai kompetensi kepemimpinan taktikal seperti yang diuraikan pada Bab I, struktur kurikulum Diklatpim Tingkat III disusun menjadi lima tahap pembelajaran yaitu: 1) Tahap Diagnosa Kebutuhan Perubahan Organisasi; 2) Tahap Taking Ownership; 3) Tahap Merancang Perubahan dan Membangun Tim; 4) Tahap Laboratorium Kepemimpinan; dan 5) Tahap Evaluasi. Kelima tahap pembelajaran tersebut diuraikan sebagai berikut :

1. Tahap Diagnosa Kebutuhan Perubahan
Tahap ini merupakan tahap penentuan area dari program organisasi yang akan mengalami perubahan. Pada Tahap ini, peserta dibekali dengan kemampuan mendiagnosa organisasi sehingga mampu mengidentifikasi area dari program organisasi yang perlu direformasi.

2. Tahap Taking Ownership (Breakthrough I)

Tahap pembelajaran ini mengarahkan peserta untuk membangun organizational learning atau kesadaran dan pembelajaran bersama akan pentingnya mereformasi area dari program organisasi yang bermasalah. Peserta diarahkan untuk mengkomunikasikan permasalahan organisasi tersebut kepada stakeholder-nya dan mendapat persetujuan untuk mereformasinya, terutama dari atasan langsungnya. Pada tahap ini, peserta juga diminta mengumpulkan data selengkap mungkin untuk memasuki tahap pembelajaran selanjutnya.

3. Tahap Merancang Perubahan dan Membangun Tim

Tahap pembelajaran ini membekali peserta dengan pengetahuan membuat rancangan perubahan yang komprehensif menuju kondisi ideal dari program organisasi yang dicita-citakan. Di samping itu, peserta juga dibekali dengan kemampuan mengidentifikasi stakeholder yang terkait dengan rancangan perubahannya, termasuk dibekali dengan berbagai teknik komunikasi strategis kepada stakeholder tersebut guna membangun tim yang efektif untuk mewujudkan perubahan tersebut. Tahap ini diakhiri dengan penyajian Proyek Perubahan masing-masing peserta untuk mengkomunikasikan proyeknya di hadapan stakeholder strategis untuk mendapatkan masukan dan dukungan terhadap implementasi proyek.


4. Tahap Laboratorium Kepemimpinan (Breakthrough II)

Tahap pembelajaran ini mengarahkan peserta untuk menerapkan dan menguji kapasitas kepemimpinannya. Dalam tahap ini, peserta kembali ke tempat kerjanya dan memimpin implementasi Proyek Perubahan yang telah dibuatnya.

5. Tahap Evaluasi

    Tahap pembelajaraan ini merupakan tahap berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam memimpin implementasi Proyek Perubahan. Kegiatan berbagi pengetahuan dilaksanakan dalam bentuk seminar implementasi Proyek. Hanya peserta yang berhasil mengimplementasikan Proyek Perubahan yang dinyatakan telah memiliki kompetensi kepemimpinan taktikal dan dinyatakan lulus Diklat Kepemimpinan Tingkat III. Sedangkan yang tidak berhasil, diberi sertifikat mengikuti Diklat Kepemimpinan Tingkat III.
  
       Diatas telah disebutkan bahwa tahap Diagnosa Kebutuhan Perubahan merupakan tahap penentuan area dari program organisasi yang akan mengalami perubahan. Pada Tahap ini, peserta dibekali dengan kemampuan mendiagnosa organisasi sehingga mampu mengidentifikasi area dari program organisasi yang perlu direformasi.

D. Mata Diklat untuk Tahap ini adalah :
1. Wawasan Kebangsaan; Mata Diklat ini membekali peserta dengan kemampuan mengaktualisasikan wawasan kebangsaan dan semangat nasionalisme dalam mengelola pelaksanaan program instansi melalui pembelajaran wawasan kebangsaan dan sikap nasionalisme. Mata Diklat disajikan secara interaktif melalui metode ceramah interaktif, diskusi, studi kasus, simulasi, menonton film pendek, studi lapangan dan demonstrasi. Keberhasilan peserta dinilai dari kemampuannya mengaktualisasikan wawasan kebangsaan dan semangat nasionalisme dalam mengelola pelaksanaan program instansinya.
2.  Integritas;
       Mata Diklat ini membekali peserta dengan kemampuan mengaktualisasikan integritas dalam mengelola pelaksanaan program instansi melalui pembelajaran akuntabilitas, etika, dan aktualisasi akuntabilitas dan etika. Mata Diklat disajikan secara interaktif melalui metode ceramah interaktif, diskusi, studi kasus, simulasi, menonton film pendek, studi lapangan, dan demonstrasi. Keberhasilan peserta dinilai dari kemampuannya mengaktualisasikan akuntabilitas dan etika dalam mengelola pelaksanaan program instansinya
               
3. Pembekalan isu strategis;
       Pembekalan isu strategis membahas isu-isu aktual strategis yang sedang berkembang saat ini dalam rangka memperdalam pemahaman dan memperluas wawasan peserta tentang situasi dan masalah terkini yang sedang dihadapi oleh sektor atau wilayah instansinya.
4.  Diagnostic Reading;
Mata Diklat ini membekali peserta dengan kemampuan mengindentifikasi akar permasalahan pada pengelolaan program instansinya dalam mencapai organisasi berkinerja tinggi melalui pembelajaran berbagai teknik dan strategi dalam mengidentifikasi permasalahan pengelolaan program instansi. Mata Diklat disajikan secara interaktif melalui metode ceramah interaktif, diskusi, dan praktik. Keberhasilan peserta dinilai dari kemampuannya dalam mengidentifikasi akar permasalahan pada pengelolaan program instansinya menuju organisasi berkinerja tinggi.

5.  Penjelasan Proyek Perubahan
       Dalam penjelasan proyek perubahan ini disampakan mulai dari mengkoordinir bawannya utuk menemukan isu strategis yang perlu di angkat untuk menjadi judul proyek perubahan sampai dengan koordinasi dan  kolaborasi serta membuat jejaring kerja dengan stakeholder yang terlibat dan mendukung terhadap proyek perubahan serta membuat tahapan/ maile stone beserta kegiatan yang dimasukan dalam metrik penjadwalan. Dengan demikian akan diketahui pekerjaan apa yang akan dikerjakan, kapan mengerjakannya, siapa saja yang terlibat serta output apa yang dijadikan target perubahan yang bisa diimplementasikan.

E.     Teknis mendiacnosa

Mendiagnosa organisasi memerlukan kompetensi teknis, yang berada dibawah disiplin ilmu organizational development (OD). Selanjutnya, berikut ini dipaparkan esensi oranizational diagnosis sebagai berikut:

“organizational diagnosis, involves “diagnosing,” or assessing, an organization’s current level of functioning in order to design appropriate change interventions. The concept of diagnosis in organization development is used in a manner similar to the medical model. For example, the physician conducts tests, collects vital information on the human system, and evaluates this information to prescribe a course of treatment. Likewise, the organizational diagnostician uses specialized procedures to collect vital information about the organization, to analyze this information, and to design appropriate organizational interventions (Tichy, Hornstein, & Nisberg, 1977).

(=diagnosa organisasi membutuhkan kegiatan mendiagnosa, menilai kinerja suatu organisasi untuk merumuskan tindakan perbaikan. Konsep ini mirip dengan praktek kerja dokter. Dalam melakukan diagnosa, dokter melakukan tes, mengumpulkan informasi penting tentang cara kerja organ tubuh manusia, mengevaluasi informasi ini untuk membuat resep pengobatan. Demikian pula halnya dengan diagnosa organisasi, pendiagnosa organisasi menggunakan prosedur khusus untuk mengumpulkan informasi vital, menganalisis informasi itu, lalu merumuskan langkah-langkah intervensi).

Berdasarkan uraian di atas, maka secara teknis, kegiatan mendiagnosa organisasi terdiri atas dua kegiatan, yaitu:
a.   Menilai kinerja organisasi unit organisasi eselon III/IV
b.   Menyusun langkah-langkah intervensi untuk meningkatkan kinerja unit organisasi eselon III/IV.

Dalam menilai kinerja organisasi, seorang pemimpin perlu menggunakan teknik mengumpulkan data dan informasi vital, termasuk teknik menyusun langkah-langkah intervensi. Dewasa ini terdapat sejumlah model diagnosa organisasi yang lazim dipergunakan. Model-model tersebut antara lain adalah

Daftar alat analisis dan penggunaannya
No
RAGAM ALAT  ANALISIS
KEGUNAAN
1
SWOT
Analisis keadaaan lingkungan internal& eksternal
2
Force field analysis
Analisis merencanakan perubahan
3
Brainstorming
Teknik menggali ide, kreatifitas menyelesaikan masalah
4
Diagram pohon masalah
Untuk merinci akar  masalah dan sebab akibat
5
Diagram fishbone Model
untuk merinci dan sebab akibat.
6
Model causal map
Model untuk pemetaan sebab akibat
7
Model matriks
Model untuk penyusunan fakta dandata.
9
Stratifikasi
Pengelompokan ke dalam berbagai kriteria.
10
Model skala nilai
Model dalam menilai, membobot satu faktor
11
Matriks USG
Matriks dalam memilih prioritas masalah
12
Diagram pareto
Model penyajian dan pemilihan fakta dan data
13
Model problem priority
Model pemilihan prioritas masalah
14
Teknik komparasi
Teknik membandingkan atau evaluasi /menilai
15
Cost benefit
Model ratio antara biaya dan keuntungan/ manfaat
16
Leavitt’s Model (1965)

17
Likert System Analysis (1967)

18
Open Systems Theory (1966)

19
Weisbord’s Six-Box Model (1976)

20
Congruence Model for Organization Analysis (1977)

21
McKinsey 7S Framework (1981-82)

22
Tichy’s Technical Political Cultural (TPC) Framework (1983)

23
High-Performance Programming (1984)

24
Diagnosing Individual and Group Behavior (1987)

25
Burke-Litwin Model of Organizational Performance & Change (1992)

26
Falletta’s Organizational Intelligence Model (2008)


Model apapun yang dipilih, pada umumnya model-model tersebut menuntut dua langkah utama yang dipaparkan di atas tadi. Berikut uraian masing-masing langkah:

a.      Menilai Kinerja Unit Organisasi

Terlebih dahulu pemimpin perlu menilai kinerja unit organisasi saat ini. Dalam menilai kinerja, pemimpin perlu melihat melihat output dan atau outcome apa yang harus dipenuhi oleh organisasi. Data dan informasi tentang kedua hal ini dapat diperoleh di Renstra, Laporan Kinerja, hasil observasi, atau dari narasumber. Di samping itu, pemimpin perlu memvalidasi informasi tersebut dengan observasi dan mendapatkan masukan dari narasumber yang dapat dipercaya.

Informasi tentang kinerja tidak semata-mata diperoleh dari unsur output organisasi. Data dan informasi tentang kinerja bisa juga didapatkan dari input, business process termasuk lingkungan organisasi. Standar-standar kinerja dari masing-masing unsur ini tentu sudah ditetapkan. Misalkan, untuk unsur input yang berupa sumber daya manusia, tentu sudah ditetapkan standar-standar kualitas yang dibutuhkan oleh organisasi dalam rangka menjalan proses untuk menghasilkan output. Begitu pula input lain seperti anggaran, proses tentu sudah ada standar standar yang sudah harus dipenuhi.

Jika data dan informasi sudah dikumpul dan dianalisis, dan ditemukan bahwa ternyata unsur-unsur tersebut tidak memenuhi standar yang ditetapkan sehingga terdapat kesenjangan atau gap, maka gap itulah yang dapat menjadi sasaran dari obyek perubahan. Pun jika terpenuhi, maka gap dapat diciptakan dengan meningkatkan standar yang sudah terpenuhi. Dengan demikian, gap tercipta sebagai pintu masuk untuk melakukan perubahan.

b.      Menyusun langkah-langkah intervensi

Berangkat dari gap atau kesenjangan tersebut, langkah-langkah intervensi dapat disusun. Pertama, deskripsikan secara terukur tentang kondisi kinerja yang diharapkan, sekaligus mendeskripsikan secara terukur tentang kondisi kinerja saat ini. Tabel berikut ini bisa dipergunakan sebagai alat bantu:

Kondisi Kinerja Saat ini
Kondisi Kinerja Yang diharapkan






Pendeskripsian kedua hal di atas memperlihatkan kesenjangan atau gap. Untuk menutup kesenjangan tersebut, pemimpin perlu melakukan intervensi organisasi. Kemana intervensi akan diarahkan bergantung dari hasil analisis terhadap data dan informasi yang terkumpul. Untuk itu, diperlukan data dan informasi yang akurat. Pemimpin perlu turun ke lapangan, mengamati secara langsung apa yang terjadi. Pemimpin tidak boleh menyandarkan data dan informasi yang tertulis dalam dokumen dokumen, melainkan juga memerlukan data pengalaman (tacit knowledge).

Intervensi dapat diarahkan pada input organisasi sehingga sasaran perubahan bisa berupa perubahan terhadap sumber daya manusia, sarana dan prasarana, anggaran atau input lainnya. Intervensi juga dapat diarahkan business process, transformasi, atau cara organisasi mengolah inputnya seperti penggunaan teknologi informasi, simplifikasi sistem dan prosedur. Begitupula, intervensi dapat diarahkan pada output organisasi, termasuk lingkungan organisasi.

Untuk suatu perubahan yang kompleks, intervensi dapat dilakukan secara berseri mulai dari input, proses, output hingga lingkungan. Berikut ini adalah rangkaian intervensi yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin.

2 komentar:

  1. The best slot machine casino site, reviews & bonuses
    Find your complete list of online casinos that are safe, secure and reliable, with our detailed review of the best online casino site Is casino site safe?What are the best luckyclub slots casino sites for US players?

    BalasHapus
  2. Slots Casino Review & Bonus Code | DMC
    Slots casino uses a simple 이천 출장마사지 interface, simple interface and 태백 출장마사지 a 고양 출장마사지 great bonus system. They are offering new users a great variety of gaming titles, 🏆 Most Popular 충주 출장마사지 Games: Slots Empire🎁 #1 Slots Site: MrLuck 영천 출장안마

    BalasHapus